Jl. Letjen S Parman 35 Yogyakarta -  Telp : 0274- 373427 -  WhatsApp : 082137955032;081333911533 - Pin BBM : 5A21C2F7 -Email : hadisukirno@gmail.com

Artikel Terbaru
Artikel Populer
Kategori Artikel
Wayang Kulit Solo
Wayang Kulit Jogja
Wayang Golek
Wayang Klithik
Souvenir Kulit
Souvenir Kayu
Souvenir Keramik
Souvenir Logam
Souvenir Kain
Handicraft
Souvenir Custom
Souvenir Fiber
Accesories
Souvenir Gelas
Souvenir Anyaman
Gamelan
Alat Musik Tradisional
Pakaian Adat - Tari
Koleksi Hadisukirno
 
 

Kunti Jogja

Kunti  atau Perta, dalam wiracarita Mahabharata, adalah putri kandung Surasena, raja Wangsa Yadawa, dan diangkat sebagai putri oleh Kuntiboja. Ia merupakan saudara Basudewa, ayah dari Baladewa, Kresna, dan Subadra. Ia juga merupakan ibu kandung Yudistira, Werkodara (Bima), dan Arjuna dan juga adalah istri pertama Pandu yang sah. Selain itu Kunti juga ibu kandung Karna. Sepeninggal Pandu, ia mengasuh Nakula dan Sadewa, anak Pandu dan Madri. Seusai Bharatayuddha (Perang besar keluarga Bharata), ia dan iparnya Dretarastra, Gandari, dan Widura pergi bertapa sampai akhir hayatnya.

Masa muda

Ayah Kunti adalah Raja Surasena dari Wangsa Yadawa, dan saat bayi ia diberi nama Pritha. Ia merupakan adik Basudewa, ayah Kresna. Kemudian ia diadopsi oleh Raja Kuntiboja yang tidak memiliki anak, dan semenjak itu ia diberi nama Kunti.

Pada saat Kunti masih muda, ia diberi sebuah mantra sakti oleh Resi Durwasa agar mampu memanggil Dewa-Dewi sesuai dengan yang dikehendakinya. Pada suatu hari, Kunti ingin mencoba naugerah tersebut dan memanggil salah satu Dewa, yaitu Surya. Surya yang merasa terpanggil, bertanya kepada Kunti, apa yang diinginkannya. Namun Kunti menyuruh Sang Dewa untuk kembali ke kediamannya. Karena Kunti sudah memanggil dewa tersebut agar datang ke bumi namun tidak menginginkan berkah apapun, Sang Dewa memberikan seorang putra kepada Kunti.

Kunti tidak ingin memiliki putra semasih muda, maka ia memasukkan anak tersebut ke dalam keranjang dan menghanyutkannya di sungai Aswa. Kemudian putra tersebut dipungut oleh seorang kusir di keraton Hastinapura yang bernama Adirata; anak tersebut diberi nama Karna.

Kunti menikah dengan Pandu, seorang raja di Hastinapura, dalam sebuah sayembara. Pandu juga menikahi Madri sebagai istri kedua, tetapi Pandu tidak mampu memiliki anak karena kutukan yang diterimanya setelah membunuh Resi Kindama tanpa sengaja. Demi menebus kesalahannya, Pandu dan kedua istrinya hidup di hutan sebagai pertapa. Di sana, Kunti mengeluarkan mantra rahasianya. Ia memanggil tiga dewa dan meminta tiga putra dari mereka. Putra pertama diberi nama Yudistira dari Dewa Yama (atau Dewa Dharma), yang kedua bernama Bima dari Dewa Bayu, dan yang terakhir bernama Arjuna dari Dewa Indra. Demi menjaga perasaan istri kedua Pandu, maka Kunti mengajarkan mantra tersebut kepada Madri. Madri memangil Dewa Aswin dan menerima putra kembar, yang diberi nama Nakula dan Sadewa. Kelima putra Pandu tersebut dikenal dengan nama Pandawa. Setelah kematian Pandu dan Madri, Kunti mengasuh kelima putra tersebut sendirian. Sesuai dengan amanat Madri, Kunti berjanji akan memperlakukan Nakula dan Sadewa seperti putranya sendiri.

Selama kelima putranya pergi ke pengasingan selama 13 tahun, Kunti tinggal di rumah iparnya, Widura. Kisah Kunti juga tercantum dalam Bhagawatapurana, dan di sana ia muncul sebagai narator untuk suatu devosi Hindu yang dikenal dengan istilah Bhaktiyoga

Setelah pertempuran besar di Kurukshetra berkecamuk dan usianya sudah sangat tua, Kunti pergi ke hutan bersama dengan ipar-iparnya yang lain seperti Dretarastra, Widura, dan Gandari untuk

meninggalkan kehidupan duniawi. Mereka menyerahkan kerajaan kepada Yudistira. Di dalam hutan, Kunti dan yang lainnya terbakar oleh api suci mereka sendiri dan wafat di sana

Damarwulan adalah tokoh utama dalam Wayang Klithik atau Krucil. Ia kawin dengan Ratu Kenya, penguasa Majapahit, setelah berhasil mengalahkan Adipati Menakjingga dari Blambangan. Setelah perkawinan itu Damarwulan  kemudian menjadi raja negeri itu.

Dalam usahanya mengabdi pada Kerajaan Majapahit. Damarwulan, yang dalam pewayangan digambarkan sebagai ksatria tampan, mula-mula diterima bekerja di kepatihan. Ia dipekerjakan sebagai pencari rumput dan pemilihara kuda Patih Logander. Pada saat itulah Damarwulan yang tampan itu membangun cinta dengan Dewi Anjasmara, putri bungsu Patih Logander.

Hubungan cinta Dewi Anjasmara dengan Damarwulan tidak disukai oleh anak Patih Logander lainnya, yakni Layang Seta dan Layang Kumitir. Mereka berdua lalu bersikap kasar dan sewenang-wenang dengan maksud agar Damarwulan tidak betah tinggal di Kepatihan. Namun, dengan segala keprihatinan Damarwulan tetap bertahan menerima perlakuan tidak adil dari kedua abang Dewi Anjasmara itu.

Suatu ketika Ratu Kenya, alias Ratu Kencangawungu mengumumkan sayembara: “ Siapapun yang berhasil membunuh Adipati Menakjingga dari Blambangan, akan diangkat sebagai suami dan menduduki singgasana kerajaan Majapahit.

Setelah mendengar pengumuman itu Damarwulan segera berangkat ke Kadipaten Blambangan disertai dua orang Panakawan, yaitu Sabdapalon dan Nayagenggong. Ia berhasil membunuh Adipati Menakjingga dengan bantuan dua orang istri Menakjingga sendiri, yakni Dewi Wahita dan Dewi Puyengan, yang jatuh cinta padanya.


Pada awalnya, Damarwulan dikalahkan Menakjingga. Damarwulan terkena pukulan Gada Wesi Kuning sehingga pingsan. Dewi Wahita dan Dewi Puyengan yang terpesona melihat ketampanan Damarwulan, secara diam-diam menolong dan membantunya. Mereka berdua lalu mencuri pusaka Gada Wesi Kuning, dan menyerahkannya pada Damarwulan. Dengan senjata pusaka milik Menakjingga itulah Damarwulan akhirnya berhasil membunuh Adipati Blambangan itu.

Kedua janda musuhnya itu kemudian juga dibawa Damarwulan ketika ia kembali ke Majapahit. Selain itu Damarwulan juga membawa Gada Wesi Kuning, senjata pusaka Menakjingga. Dalam perjalanan kembali ke Majapahit, Damarwulan dicegat oleh Layang Seta dan Layang Kumitir. Kedua anak Patih Logender itu dibantu oleh Demang Sarayuda dan Demang Pandelengen.

Dalam pencegatan mendadak itu, Damarwulan terbunuh. Gada Wesi Kuning dan mahkota Blambangan yang menjadi bukti kematian Menakjingga dirampas. Bahkan kemudian kedua nak Patih Logender itu mengaku bahwa merekalah yang mengalahkan dan membunuh Adipati Menakjingga, kepada Ratu Ayu Kencanawungu. 

Namun, beberapa saat kemudian Damarwulan muncul. Ternyata ia telah dihidupkan kembali oleh seorang pertapa sakti bernama Tunggulmanik. Segera Damarwulan pergi ke Keraton Majapahit. Kepada Ratu Ayu Kencanawungu, Damarwulan melaporkan kejadian yang sebenarnya, dan ceritanya dibenarkan oleh Dewi Wahita serta Puyengan selaku saksi.

Untuk memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah, Ratu Ayu Kencanawungu lalu memerintahkan Damarwulan berperang tanding melawan Layang Setadan Layang Kumitir. Dalam perang tanding itu ternyata Damarwulan menang. Karenanya, ia pun dinobatkan menjadi raja Majapahit, sekaligus sebagai suami Ratu Ayu Kencanawungu. Dewi Anjasmara, Dewi Wahita dan Dewi Puyengan diangkat sebagai garwa ampil atau selir.


Lihat koleksi Wayang Klithik Hadisukirno 


Sumber : Ensiklopedi Wayang Indonesia


Dibaca : 388 Kali
Tanggal Posting :
Pengirim :