Batara Brama adalah putra sang hyang Jagatnata dengan permaisurinya yang bernama dewi Umayi. Ia ditugaskan sebagai dewanya api (agni), ia bersemayam di khayangan Daksinageni. Ia memiliki tiga permaisuri yaitu dewi Saci, Dewi Sarasati dan Dewi Saraswati dari ketiga Istri itu memiliki putra berjumlah 21 orang terdiri dari empat belas pria dan tujuh wanita. Ia pernah menjadi raja dikerajaan Giliwesi di arcapada.
Batara Brama tergolong tokoh dewa yang berkarakter luruh dengan posisi muka tumungkul. Ia bermata thelengan, berhidung bentulan dan bermulut salitan dengan kumis jenggot dan cambang yang lebat. Ia bermahkota uncit dengan motif kembangan yang berhiaskan turida, jamang susun, Sumping mangkara, gelapan utah-utah walik dan memakai rembing. Rambut ngore cdol, tubuh gagahan dengan ulur-ulur naga mamongsa, tali praba motif bludiran dengan mengenakan sampir dengan motif cinden. Batara Brama mengenakan praba sebagai simbol kebesarannya sebagai dewa. Posisi kaki jangkahan raton dengan dua pasang uncal kencana, sepasang uncal wastra, clana cinden puspita, dodot motif parang rusak. Atribut lainnya memakai kelatbahu naga pangrangrang, gelang calumpringan dan memakai keroncong. Batara Brama ditampilkan dengan muka jambon dengan badan gembleng atau disungging dengan brongsong.
Suatu ketika Batara memihak kepada Batari Durga yang berkeinginan memusnahkan para pandawa, karena para satria itu selalu menghalangi keinginan Betari Durga untuk menyebarkan sifat angkara murka di muka bumi. Batara Brama terpengaruh bujuk raju betari Durga, sehingga apa yang pernah diberikan pada para pandawa diminta kembali termasuk perkawinan Dewi Dresnala yang telah menjadi istri Arjuna harus dipisahkannya. Namun hal ini membuat para pendawa menjadi sedih, terlebih Arjuna. Namun kesedihan itu dapat dihilangkan dengan tertangkapnya Batara Brama oleh cucunya sendiri raden Wisanggeni, kemudian dimintakan pengadilan kepada sang hyang Wenang di kahyangan Alang-alang kumitir, sehingga batara Brama insaf akan kesalahannya.